KENAPA SIH KEBANYAKAN ORANG EROPA DAN BARAT DI JAMAN MODERN INI TIDAK BEGITU MEMENTINGKAN MASALAH KETURUNAN ALIAS MEMILIKI ANAK ??
“Anak adalah anugerah Tuhan yang terbesar, hasil buah cinta pernikahan, harta yang terindah dalam hidup, etc.” , demikian menurut hampir semua orang asia, khususnya Indonesia (yang saya tau, karena saya orang Indonesia hehe…)
Lalu kenapa byk orang Eropa dan Jepang masa kini yang lebih memilih untuk tidak memiliki anak ? Padahal anak adalah sosok yang lugu dan lucu, sosok baru yang menduplikat diri kita, sosok yang akan menemani kita dihari tua, dan sosok yang kelak menggantikan eksistensi diri kita di dunia ini, atau bahkan secara religi adalah sosok yang diharapkan akan mendoakan kita dan para leluhur
Nah, setelah beberapa kali perbincanganku dengan salah seorang teman Eropa, aku mendapat beberapa kesimpulan yang ingin aku share sama sahabat2ku di wordpress dan multiply.
Kenapa kebanyakan orang-orang Eropa dan Barat di masa kini, suka menunda-nunda atau bahkan memilih untuk tidak memiliki anak.
Mari kita memilah dari berbagai segi kehidupan, diantaranya:
1. Uang/ Karir
Hmm, alasan financial memang merupakan alasan yang paling mudah dan logis. Khususnya ketika kita bertanya ,”kenapa kamu memilih tidak mempunyai anak?”, “kenapa kamu cuma ingin punya anak seorang saja?”, mungkin salah satu dr sekian banyak alasan, mereka akan menjawab krn cost living-nya yg tinggi bgt.
But, menurutku itu bukan satu2nya alasan untuk tidak memiliki anak, karena banyak sekali orang2 yang berkarir, memiliki uang banyak, tetapi mereka tetap tidak ingin punya anak.
2. Cinta dan pernikahan
Banyak sekali orang2 eropa yang stay together (alias tinggal serumah layaknya suami istri, tanpa ikatan pernikahan). Cinta adalah alasan utama mereka stay together, ikatan pernikahan menjadi trauma sosial karena maraknya kasus perceraian di Eropa. Apabila sang pria merasa belum yakin dengan kekasih wanitanya, apakah dia yang kelak bersamaku hingga hari tua (walaupun mereka sudah stay together selama 10 tahun, keraguan itu terkadang masih timbul di benak mereka), maka sang pria akan tetap menunda mempunyai anak. Hal ini terjadi pada 2 teman saya berkebangsaan Eropa dan Amerika, bahkan kedua pria itu sudah menikah, tapi tetap menunda memiliki anak, dan malah si pria Eropa berkata “saya akan mempunyai anak, bila saya telah menemukan seorang wanita yang tepat”.
Berbeda dengan kebanyakan masyarakat Indonesia, bila terjadi “Hamil Diluar Nikah” maka biasanya sang pria akan melarikan diri, sang wanita terpaksa menggugurkan kandungannya. Namun bagi orang Eropa, anak adalah ikatan yang memaksa anda untuk membuat komitmen pada kehidupan baru, bila terjadi “Hamil Diluar Nikah”, sang pria akan segera menikahi si wanita, bukan karena malu dgn pandangan sosial, tp karena si wanita sedang mengandung darah daging-nya (sangat manusiawi bukan??)
So, sekali lagi terikat dalam cinta dan pernikahan, bukan berarti siap untuk memiliki anak.
3. Segi Religi
Agama mengajarkan kita untuk selalu menyayangi orang tua, membalas budi mereka hingga akhir hayat mereka, mendoakan mereka dunia akherat. Dan orang tua manapun pasti berharap kelak si anak tidak melupakan jerih payah mereka yang tanpa pamrih, tulus dr hati. Bahkan cukup dengan doa sang anak saja, hati mereka sudah sangat tersentuh dan berbahagia.
Nah, bagi sebagian orang2 modern yang tidak terlalu mendalami agama, pentingnya mendoakan orang tua, hanyalah sesuatu yang diluar akal logis mereka. Demikian juga sebaliknya, berharap untuk memiliki anak, lalu si anak akan mendoakan mereka (misalnya: agar orang tuaku diampuni dosa2nya dan ditempatkan di surga), hal seperti ini benar2 tidak terpikirkan oleh mereka.
Menjelaskan alasan ini pada mereka, hanya akan membuat wajah mereka melongo-longo… (^,^)’
4. Fasilitas pemerintah
Negara2 maju seperti di Eropa dan Jepang, sudah memiliki fasilitas yang jelas untuk para jompo yang hidupnya mandiri. Misalnya, para remaja di Eropa, ketika beranjak dewasa dan sudah bekerja, gaji mereka otomatis dipotong oleh pemerintah (untuk pajak ini itu, lumayan besar juga dipotongnya), lalu uang dari hasil pemotongan pajak itu, akan dialirkan kembali kepada para jompo secara cuma-cuma. So they think, why should I give my parents monthly pocket-money, toh mereka udah dpt dr pemerintah.
Kebanyakan orang tua Asia (m talking about Indonesian), bergantung pada sang anak di hari tuanya, hal ini sgt lumrah, toh mereka telah mencurah segala tenaga dan waktu demi menghidupi si anak tercinta, si anak juga ga masalah, well I love my parents, dan emang itu tanggung jawabku sebagai anak.
Wah kalau orang bule, umur 18 tahun udah di-kick out dr rumah, cari kerja sendiri sambil kuliah, well its my life now. So ga heran kalo rasa hutang budi terhadap orang tua juga jadi terbatas. Lagian si ortu udah dapet tunjangan dari pemerintah, so no worries!
Lalu apa kaitannya dengan tidak mempersalahkan keberadaan anak? Yah jelas ada. Mereka tidak usah khawatir, walaupun tidak punya anak, masa tua renta nanti pasti sudah punya tabungan atau asuransi, ataupun tunjangan dari pemerintah. Bila butuh bantuan, bisa minta tolong kepada pekerja sosial.
5. Self Existence
Kalau saya pribadi, saya ingin ketika saya sudah tidak menempati dunia ini, ada (at least) seorang keturunan saya, yang melanjutkan kehidupan berikutnya, dan seterusnya.
Kalo kata teman saya orang Perancis, simple ajah, “buat apa seperti itu? Toh saya bukan orang penting, saya bukan Einstein, atau Elvis Presley, atau Lady Diana“… hehe bener juga yah??
Jadi point-nya, alasan kebanyakan orang Eropa dan Barat ingin memiliki anak, bukan karena: kebanyakan duit (hehe…), udah nikah, supaya didoain masuk surga, dibiayain waktu tua, buat keturunan.
Melainkan yaa….. karena memang ingin punya anak saja, seorang anak yang dilahirkan, untuk di cintai….
Wow…… Is that too naïve answer??? Or too sincere??